Friday, October 29, 2010

Menyoal sebuah Kejujuran

 
Setiap hari Minggu, mama selalu membeli salah satu makanan favoritku.. bacang, kalau favoritku adalah bacang nasi, ayahku lebih senang bacang ketan. Yang menyenangkan adalah, ada seorang bapak tukang bacang yang selalu setia lewat di depan rumah, hanya pada hari Minggu. Tiada hari Minggu yang terlewati tanpa membeli bacang enak ini. Oiya, bapak ini punya 2 jenis bacang, yang beras dan yang ketan. Yang dari nasi ditandai dengan pita kuning, sementara yang ketan, ditandai dengan pita merah.



Suatu hari, rupanya bapak bacang dipanggil oleh banyak pembeli, sehingga bacang beras yang ditandai pita kuning pun habis.. (setidaknya begitu menurut mama yang tidak melihat bacang dengan pita kuning).. saat itu akhirnya mama memutuskan untuk membeli bacang ketan saja, sambil bertanya pertanyaan yang tidak penting (karena sudah tau jawabannya)"yang beras habis ya bang?"..
tak disangka si abang berkata,"ooh.. yang ini beras bu" sambil memberi mama bacang dengan pita merah.
Mama lalu berkata,"yang merah bukannya ketan ya bang?"ujarnya ragu
lalu si abang berkata,"oohh ini cuma talinya aja bu, tapi isinya beras"
akhirnya, mama yang tadinya hanya ingin membeli sedikit, akhirnya membeli "bacang beras" yang disodorkan si abang.

Setelah abangnya pergi, saya pun mencari bacang beras seperti biasa, tak melihat pita berwarna kuning, lalu saya bertanya,"mam, yang beras habis ya?". Mama pun bilang bahwa yang pita merah itu isinya beras.. setengah tak percaya, saya pun membuka bacangnya.. seperti yang sudah diduga sebelumnya, bacang yang dijual ternyata memang bacang yang terbuat dari ketan, bukan beras seperti yang abangnya bilang.. tanpa ba bi bu lagi hari-hari Minggu kini tak ada lagi bacang yang nangkring di atas meja seperti biasa.. alias mama pun malas memanggil tukang bacang yang tukang bohong itu..

Gambar menyomot semena-mena dari sini

Jilbab Pertamaku: Keraguanku Telah Usai

Sejujurnya, susah bagiku untuk menemukan kata-kata yang bisa mengungkapkan bagaimana rasanya pertama kali berjilbab. Memikirkan kata jilbab pun tak pernah sedikitpun terlintas. Bagaimana mau berjilbab, untuk menunaikan kewajiban shalat 5 waktu pun masih bolong sana bolong sini, membaca Al-Qur'an belum lagi lancar, aku masih banyak dosa, pikirku pada saat itu, lebih baik aku mengenakan jilbab "dalam hati saja".. "yang penting berakhlak dan berperilaku baik pun sudah cukuplah..", gumamku dalam hati.

Tetapi, "rasa" itu makin lama makin menggoda. Setiap aku berpaling kepada muslimah yang mengenakan jilbab, sepertinya semua terlihat anggun. Terlebih lagi memakai jilbab mengharuskan kita berpakaian sopan untuk menutup aurat. Bukan seperti aku yang saat itu lebih senang memakai celana pendek atau rok pendek. "iya, nanti saja.."gumamku lebih lanjut..

Aku banyak melihat sederetan artis yang memakai jilbab hanya pada saat bulan Ramadhan, mendengar banyak orang yang mengeluhkan rasa panas setelah memakai jilbab.. belum lagi memakai jilbab hanya demi tujuan-tujuan tertentu yang tidak baik.. Astaghfirullah.. "sanggupkah aku berjilbab?" pikirku setelah rasa ragu menyeruak kemudian..

Hingga saat kehamilanku kedua, aku meniatkan diri untuk mengenakan jilbab setelah anakku lahir.. Minta pendapat sana-sini, browsing sana-sini, lihat sana-sini, tidak sedikit yang meragukan kemantapan niatku untuk berjilbab.
"kayak orang bener aja lu"..
"Alhamdulillah, ngga salah nih?"
"udah yakin loe?"
ya ampuun, itu baru niat, gimana kalau aku udah pakai beneran? tapi setidaknya aku mengetahui dari komentar teman-temanku bahwa aku memang belum pantas mengenakan jilbab, setidaknya itu dari pendapat mereka..

Kupasrahkan semuanya kepada Alloh, aku percaya, hidayahNya akan datang.. tak berhentinya aku meragukan diriku sendiri untuk mulai berjilbab. Alloh memang Maha Pengasih dan Penyayang, Dia memberi kekuatan dan mengulurkan tangannya.. disaat aku kehilangan anak yang kedua, Alloh menyadarkanku, tidak perlu menunggu saat yang tepat untuk memakai jilbab, ikuti saja kata hati..

Jilbab pertamaku, jilbab sederhana milik ibuku, yang aku pakai ke dokter setelah kepulangan malaikat kecilku.. aku bangga, bisa mengalahkan keraguan di diriku.. rasa aman, nyaman dan ketenangan hati mengenakan jilbab, tidak akan dapat dikalahkan oleh apapun juga.. Tidak hanya itu saja, sebagai anak yang pertama kali mengenakan jilbab, langkahku pun diikuti oleh kakakku yang nomor dua.. sebelumnya dia sering menanyakan ke"insyaf"an diriku memakai jilbab.. aku hanya bilang padanya,"ikuti saja kata hati".. Alhamdulillah.. Alloh Maha Besar..



Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis: Jilbab Pertamaku dari Uni Dian











kakaKenisha, menemaniku saat itu